Rabu, 22 Oktober 2014

Hubungan Antara Orangtua Dan Guru Sekolah Dalam Membangun Karakter Anak

Hubungan Antara Orangtua Dan Guru Sekolah Dalam Membangun Karakter Anak

Oleh 

S I F R A   S A H I U


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
            Saat ini sudah modern dalam bidang apapun dan sangat mempengaruhi kita untuk melakukan hal-hal yang mudah dilakukan tanpa kerja keras. Pada masa usia anak-anak sangat labil untuk hal seperti itu, maka hubungan antara orangtua dan guru sekolah sangat dibutuhkan dalam mengembangkan karakter mereka. Tetapi yang paling terutama adalah orangtua anak itu sendiri. Pandangan seorang anak tentang dirinya sendiri akan berkembang sesuai dengan penilaian orangtua, kakak-adik, guru dan teman-teman sebaya tentang dia. Kalau seorang anak diterima, disayangi, bahkan dibanggakan oleh anggota keluarga lainnya, ia akan merasa dirinya sebagai seorang yang berharga. Anak itu akan nampak tentram, bahagia, dan yakin akan diri sendiri. Tetapi sebaliknya, kalau seorang anak merasa dirinya tidak terima, ia mengalami banyak frustasi. Mereka  akan dapat berkesimpulan, bahwa mereka memang kurang daripada anak lain, tidak sederajat dengan mereka. Timbullah perasaan rendah diri pada masa kecilnya. Perasaan ini sulit sekali dihilangkan di kemudian hari. Banyak persoalan pada masa dewasa bersumber pada pengalaman-pengalaman di masa kanak-kanak. Pikiran yang negatif tetang dirinya sendiri sama bahaya dengan penyakit tubuh atau cacat tubuh. Mereka akan mengembangkan pandangan negatif mengenai sekitarnya yang merupakan tanda kepribadian anak itu yang ada padanya sejak kecil dan yang tidak akan berubah dalam proses perkembangan.[1]

 Pokok Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi masalah pokok dalam penulisan makalah ini ialah :
1.      Apakah hubungan antara orangtua dan guru sekolah dalam  membangun karakteristik anak ?
2.      Bagaimana Sikap orangtua dan guru sekolah dalam  membangun karakteristik anak ?
Tujuan Penulisan
            Dalam penulisan makalah ini, ada tujuan yang hendak dicapai penulis yaituuntuk menjelaskan Hubungan Antara Orangtua Dan Guru Sekolah Dalam  Membangun Karakteristik Anak dalam pendidikan kristen.
  
BAB II
PEMBAHASAN
Keterangan Alkitab Tentang Anak
Rahasia sukses yang terutama dalam pelayanan rohani adalah sikap dan dasar pelayanan kita. Dalam hal itu, Yesus pernah berkata, “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat.19:14). Yang dimaksudkan Yesus bukanlah setiap anak, melainkan golongan anak yang sudah percaya kepadaNya.
Pada kesempatan lain, Yesus juga menjelaskan, "Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut.” (Mrk 9:42).
Setiap anak, yang sudah ataupun belum percaya, sangat berharga di mata Tuhan. Kalau kita mengimani Yesus, tentu kita turut merasakan suatu dorongan batiniah untuk menghiraukan anak-anak.[2]
Tujuan Pendidikan Kristen Untuk Anak
Sekarang tinggal pertanyaan: Apa yang menjadi tujuan dalam hal membimbing mereka menurut kepercayaan orang Kristen? Tujuan itu tergantung pada pandangan kita terhadap anak.
1.      Pandangan Humanisme
Jean Jaques Rousseau sebagai seorang humanis yang terpandang berpendapat, bahwa anak lahir dari tangan Allah sebagai ciptaan yang baik adanya, hanya ia dirusakkan oleh dunia sekitarnya. Karena itu pendidik yang berpegang pada teori humanisme seperti Madame Seclet-Riou* dapat merumuskan tujuan pendidikan seperti berikut: “Mengajar anak, bagaimana mereka dapat memperkembangkan segala bakat dan kecenderungan mereka secara harmonis untuk menjadi seorang yang unik, dan melalui mempergunakan kemerdekaan mereka, mereka dapat menjadi orang yang merdeka.” Tujuan ini tidak dapat diterima oleh seorang pendidik Kristen. Karena anak-anak sama sekali tidak merdeka, sebelum mereka ditebus oleh darah Tuhan Yesus. Mereka berada di bawah kuasa si jahat, dan perkemangan secara harmonis hanya dapat dicapai secara dangkal.
2.      Pandangan Alkitab
Pandangan Alkitab terhadap anak berbeda, yang seharusnya menjadi juga pandangan seorang pendidik Kristen. Kecenderungan terhadap dosa dan perbuatannya merupakan kenyataan dalam hidup setiap anak. Anak perlu diselamatkan oleh anugerah Allah, seperti dalam Yohanes 3:16.
3.      Pertobatan dan kelahiran baru dalam kehidupan seorang anak
Pertobatan merupakan jawaban manusia, baik orang dewasa maupun anak, atas Firman Tuhan itu yang mengenai hati mereka. mereka melihat dalam terang Firman Tuhan itu, bahwa mereka penuh dosa, sudah hilang jauh dari Allah. Mereka memegang dengan yakin dan iman, bahwa mereka bebas dari dosa, karena Tuhan Yesus membayar penuh, waktu Ia mati di kayu salib. Kelahiran baru terjadi ada saat, di mana Allah Tritunggal, sesudah diundang, mulai mendiami hati orang yang bertobat itu.
4.      Tujuan pendidikan Kristen untuk anak-anak
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan:
Tujuan pendidikan Kristen terhadap anak bukan supaya anak mengenal Allah dan segala perbuatanNya dalam dunia ini secara intelektual saja, juga bukan: memperkembangkan kerohanian anak, sehingga makin lama makin sempurna. Karena apa yang belum ada, belum lahir, tidak dapat diperkembangkan.[3]
Melibatkan Diri dalam Kehidupan Anak
Pada umumnya, orangtua akan lebih memerhatikan perkembangan dan kebutuhan rohani anak ketika ia masih kecil saja. Pada saat ia mulai meginjak remaja, biasanya perhatian orangtua semakin memudar. Hal itu terjadi mungkin karena mereka menganggap anak sudah dapat mandiri dan sudah tidak terlalu banyak lagi membutuhkan perhatian atau bantuan orangtua. Anggapan orangtua seperti di atas itu adalah tidak benar. Anak remaja justru sangat membutuhkan dukungan, bimbingan, kehadiran, dan perhatian orangtua. Dikala anak mendapatkan kendala dalam hidupnya tentu akan sangat baik bila ia dapat mencurahkan dan mendapatkan masukkan, saran, dan nasehat dari orangtuanya sendiri ketimbang dari teman-temannya.
Jika orangtua selalu memberikan perhatian secara aktif. Selalu berusaha melibatkan diri dalam hidup anak, misalnya mendengarkan apa yang ingin ia bicarakan, memotivasi kegiatan sekolahnya, dan membantu anak ketika ia sedang mendapatkan masalah dalam hidupnya. Maka, ketika ia mengetahui hal ini di masa depan nanti, ia akan siap pula memberikan yang terbaik kepada orangtuanya. Ia akan siap mendampingi dan memerhatikan orangtua seperti halnya orangtua telah melakukan semua itu kepadanya. Apabila orangtua mampu menunjukkan kepada anak betapa orangtua sangat mencintai dan menyayanginya, dengan selalu mengekspresikan perhatian secara mendetail terhadap kehidupan anak sejak ia masih kecil, maka hal ini akan menciptakan suatu kebiasaan intim seumur hidup yang memberikan manfaat bagi orangtua (Laura M. Ramirez, 2006).[4]
Hubungan Orangtua dan Guru Sekolah
            Orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang saling berkaitan dan memiliki keterkaitan yang kuat satu sama lain. Terlepas dari beragamnya asumsi masyarakat, ungkapan “buah tak akan pernah jauh jatuh dari pohonnya” adalah sebuah gambaran bahwa betapa kuatnya pengaruh orang tua terhadap perkembangan anaknya.Supaya orang tua dan sekolah tidak salah dalam mendidik anak, oleh karena itu harus terjalin kerjasama yang baik di antara kedua belah pihak. Orang tua mendidik anaknya di rumah, dan di sekolah untuk mendidik anak diserahkan kepada pihak sekolah atau guru, agar berjalan dengan baik kerja sama di antara orang tua dan sekolah maka harus ada dalam suatu rel yang sama supaya bisa seiring seirama dalam memperlakukan anak, baik di rumah ataupun di sekolah, sesuai dengan kesepahaman yang telah disepakati oleh kedua belah pihak dalam memperlakukan anak.
Kalau saja dalam mendidik anak berdasarkan kemauan salah satu pihak saja misalnya pihak keluarga saja taupun pihak sekolah saja yang mendidik anak, hal ini berdasarkan beberapa pengalaman tidak akan berjalan dengan baik atau dengan kata lain usaha yang dilakukan oleh orang tua atau sekolah akan mentah lagi-mentah lagi karena ada dua rel yang harus dilalui oleh anak dan akibatnya si anak menjadi pusing mana yang harus diturut, bahkan lebih jauhnya lagi dikhawatirkan akan membentuk anak berkarakter ganda.Memang pada kenyataannya tidak mudah untuk melaksanakan kesepahaman tersebut, tetapi kalau kita berlandaskan karena rasa cinta kita kepada anak tentunya apapun akan kita lakukan, karena rasa cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat. Kalau hal ini sudah dimiliki oleh kedua belah pihak, hal ini merupakan modal besar dalam mendidik anak. Setiap kejadian yang terjadi, baik di rumah ataupun di sekolah hendaklah dicatat dengan baik oleh kedua belah pihak sehingga ketika ada hal yang janggal pada anak, hal ini bisa dijadikan bahan untuk mengevaluasi sejauhmana perubahan-perubahan yang dialami oleh anak, baik sifat yang jeleknya ataupun sifat yang bagusnya, sehingga di dalam penentuan langkah berikutnya bisa berkaca dari catatn-catatan yang telah dibuat oleh kedua belah pihak.
Setiap ada sesuatu hal yang dirasakan janggal pada diri anak baik di rumah ataupun di sekolah, baik orang tua ataupun guru harus sesegera mungkin untuk menanganinya dengan cara saling menginformasikan di antara orang tua dan guru, mungkin lebih lanjutnya mendiskusikannya supaya bisa lebih cepat tertangani masalah yang dihadapai oleh anak dan tidak berlarut-larut. Oleh karena itu seperti apa yang tertulis di atas bahwa orang tua dan sekolah merupakan satu kesatuan yang utuh di dalam mendidik anak, agar apa yang dicita-citakan oleh orang tua atau sekolah dapat tercapai, maka harus ada kekonsistenan dari kedua belah pihak dalam melaksanakan program-program yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.[5]
Sikap Orangtua Kepada Anak
Sikap orangtua yang menguntungkan perkembangan anak ditandai dengan pengertian, kasih sayang dan minat pada anak sebagai suatu pribadi. Anak yang merasa dirinya diterima oleh orang tuanya akan memiliki rasa tanggungjawab yang besar, aspirasinya lebih realistis, lebih ulet dan lebih mandiri dibandingkan dengan anak yang merasa dirinya ditolak oleh orangtuanya. Sikap penolakan terhadap anak, dapat berakibat buruk pada hubungan orangtua dan anak. Anak tidak lagi taat pada orangtua, segala nasehat dianggap sebagai suatu “penjara” bagi anak. Penolakan orangtua akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Anak akan berkembang menjadi sosok pemberontak dalam keluarga.
Penolakan orangtua akan berpengaruh juga dalam pendidikan anak. Mereka juga akan menganggap guru disekolahnya sebagai sosok yang sama dengan orang tuanya, yang selalu menolak dirinya. Dalam Kolose 3:21 dikatakan: “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.” Jelas dikatakan bahwa orangtua tidak diperbolehkan untuk menyakiti hati anak-anaknya, karena itu akan menjadikan anak merasa sakit hati. Lebih parah lagi kalau anak sudah menganggap orang tuanya sebagai musuh mereka. Kalau itu terjadi, susah sekali untuk mengubah anggapan itu. Oleh karena itu, orangtua yang sudah diberi berkat keturunan oleh Tuhan tidak seharusnya menolak keberadaan anak-anak mereka. mereka harus bersyukur atas berkat yang sudah Allah berikan pada keluarga mereka.
Mengembangkan Konsep Diri Anak
            Konsep diri dapat diartikan sebagai perasaan atau pendapat tentang siapa dirinya. Konsep ini mengandung gambaran fisik maupun psikologis tentang diri sendiri. Gambaran fisik biasanya mengarah kepada penampilan anak, sedangkan psikologis lebih mengarah kepada pikiran,perasaan,dan emosi anak. Jika orang tua menginginkan anaknya bertumbuh untuk menjadi sosok yang baik, mereka harus dapat mengembangkan konsep diri positif pada anak mereka. anak yang memiliki konsep diri negatif akan memandang dirinya sebagai anak yang memiliki watak negatif lebih banyak daripada positifnya.
           
 Konsep diri negatif pada anak akan semakin berkembang jika orang tua lebih memperhatikan kesalahan, kegagalan dan kenakalan daripada keberhasilan dan kebaikannya. Anak akan tumbuh menjadi sosok yang mudah menyerah, mudah tersinggung, dan tertutup. Ada dua cara yang terbaik untuk mengembangkan konsep diri yang positf, yaitu:
a.       Membuat anak merasa bahwa orang lain menyayanginya, dan
b.      Membantu agar anak lebih merasa berhasil dalam berbagai situasi.

Orang tua yang memahami anak-anak mereka sebagai seorang pribadi dengan segala kekurangan dan kelebihannya, akan dapat membantu anak-anaknya mengembangkan konsep diri. Perlu diketahui, bahwa konsep diri positif dapat berkembang jika anak mengalaminya sendiri, bukan dengan mendengar saja. Bukan anak yang diajar tentang kasih yang mengembangkan konsep diri positif, tetapi anak yang mengalami kasihlah yang mampu mengasihi diri sendiri dan orang lain. Anak yang memiliki konsep diri positif cenderung memperoleh keberhasilan disekolahnya daripada anak yang memiliki konsep diri negatif. Mereka lebih berhasil dalam pendidikan dan pergaulan dengan teman-teman dan guru-guru mereka.[6]

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Pendidikan merupakan hal terbesar yang selalu diutamakan oleh para orang tua. Saat ini masyarakat semakin menyadari pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada anak-anak mereka sejak dini. Untuk itu orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam membimbing dan mendampingi anak dalam kehidupan keseharian anak. Sudah merupakan kewajiban para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat memancing keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa percaya diri. Dan tidak lupa memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan pengembangan potensi kecerdasan dari setiap tahap. Orangtua dapat memantau perkembangan kepribadian yang mencakup sikap, moral dan tingkah laku anak-anak. Hal ini dapat dilakukan orang tua dengan berkomunikasi dengan wali kelas untuk mengetahui perkembangan anak di sekolah.
            Anak-anak pada masa peralihan lebih banyak membutuhkan perhatian dan kasih sayang, maka para orang tua tidak dapat menyerahkan kepercayaan seluruhnya kepada guru di sekolah, artinya orang tua harus banyak berkomunikasi dengan gurunya di sekolah begitu juga sebaliknya, hal penting dalam pendidikan adalah mendidik jiwa anak. Jiwa yang masih rapuh dan labil, kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua dapat mengakibatkan pengaruh lebih buruk lagi bagi jiwa anak. Banyaknya tindakan kriminal yang dilakukan generasi muda saat ini tidak terlepas dari kelengahan bahkan ketidakpedulian para orang tua dalam mendidik anak-anaknya.[7]


DAFTAR PUSTAKA
Dyck,Anni.Tantangan dan Kebutuhan anak.Pembinaan Anak Dan Pemuda,1982.
Heath,W.Stanley.Teologi Pendidikan Anak.Yayasan Kalam Hidup,2005.
M.Nainggolan,John.Menjadi Guru Agama Kristen.Generasi Info Media,2007.
http://salwintt.wordpress.com/artikel/109-2/peranan-orangtua-sekolah-dan-guru-dalam-mensukseskan-pendidikan/





[1]Anni Dyck,MA.Tantangan dan Kebutuhan Anak.Pembinaan Anak dan Pemuda.Hal 5-6

[2] W.Stanley Heath.Teologi Pendidikan Anak.Kalam Hidup,2005.Hal 25
[3] Ibid
[4] http://salwintt.wordpress.com/artikel/109-2/peranan-orangtua-sekolah-dan-guru-dalam-mensukseskan-pendidikan/
[5] Ibid
[6] John M.Nainggolan.Menjadi Guru Agama Kristen.Generasi Info Media,2007.Hal 93-97
[7] ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar