Hubungan Antara
Orangtua Dan Guru Sekolah Dalam Membangun
Karakter Anak
Oleh
S I F R A S A H I U
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat
ini sudah modern dalam bidang apapun dan sangat mempengaruhi kita untuk
melakukan hal-hal yang mudah dilakukan tanpa kerja keras. Pada masa usia
anak-anak sangat labil untuk hal seperti itu, maka hubungan antara orangtua dan
guru sekolah sangat dibutuhkan dalam mengembangkan karakter mereka. Tetapi yang
paling terutama adalah orangtua anak itu sendiri. Pandangan seorang anak
tentang dirinya sendiri akan berkembang sesuai dengan penilaian orangtua,
kakak-adik, guru dan teman-teman sebaya tentang dia. Kalau seorang anak
diterima, disayangi, bahkan dibanggakan oleh anggota keluarga lainnya, ia akan
merasa dirinya sebagai seorang yang berharga. Anak itu akan nampak tentram,
bahagia, dan yakin akan diri sendiri. Tetapi sebaliknya, kalau seorang anak
merasa dirinya tidak terima, ia mengalami banyak frustasi. Mereka akan dapat berkesimpulan, bahwa mereka memang
kurang daripada anak lain, tidak sederajat dengan mereka. Timbullah perasaan
rendah diri pada masa kecilnya. Perasaan ini sulit sekali dihilangkan di
kemudian hari. Banyak persoalan pada masa dewasa bersumber pada
pengalaman-pengalaman di masa kanak-kanak. Pikiran yang negatif tetang dirinya
sendiri sama bahaya dengan penyakit tubuh atau cacat tubuh. Mereka akan mengembangkan
pandangan negatif mengenai sekitarnya yang merupakan tanda kepribadian anak itu
yang ada padanya sejak kecil dan yang tidak akan berubah dalam proses
perkembangan.[1]
Pokok Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi masalah
pokok dalam penulisan makalah ini ialah :
1.
Apakah
hubungan antara orangtua dan guru sekolah dalam
membangun karakteristik anak ?
2.
Bagaimana
Sikap orangtua dan guru sekolah dalam membangun
karakteristik anak ?
Tujuan Penulisan
Dalam
penulisan makalah ini, ada tujuan yang hendak dicapai penulis yaituuntuk
menjelaskan Hubungan Antara Orangtua Dan Guru Sekolah Dalam Membangun Karakteristik Anak dalam pendidikan
kristen.
BAB
II
PEMBAHASAN
Keterangan Alkitab Tentang Anak
Rahasia sukses
yang terutama dalam pelayanan rohani adalah sikap dan dasar pelayanan kita.
Dalam hal itu, Yesus pernah berkata, “Biarkanlah
anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab
orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat.19:14).
Yang dimaksudkan Yesus bukanlah setiap anak, melainkan golongan anak yang sudah
percaya kepadaNya.
Pada kesempatan lain, Yesus juga
menjelaskan, "Barangsiapa
menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik
baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke
dalam laut.” (Mrk 9:42).
Setiap anak,
yang sudah ataupun belum percaya, sangat berharga di mata Tuhan. Kalau kita
mengimani Yesus, tentu kita turut merasakan suatu dorongan batiniah untuk
menghiraukan anak-anak.[2]
Tujuan Pendidikan Kristen Untuk Anak
Sekarang tinggal
pertanyaan: Apa yang menjadi tujuan dalam hal membimbing mereka menurut
kepercayaan orang Kristen? Tujuan itu tergantung pada pandangan kita terhadap
anak.
1. Pandangan
Humanisme
Jean
Jaques Rousseau sebagai seorang humanis yang terpandang berpendapat, bahwa anak
lahir dari tangan Allah sebagai ciptaan yang baik adanya, hanya ia dirusakkan
oleh dunia sekitarnya. Karena itu pendidik yang berpegang pada teori humanisme
seperti Madame Seclet-Riou* dapat merumuskan tujuan pendidikan seperti berikut:
“Mengajar anak, bagaimana mereka dapat memperkembangkan segala bakat dan
kecenderungan mereka secara harmonis untuk menjadi seorang yang unik, dan
melalui mempergunakan kemerdekaan mereka, mereka dapat menjadi orang yang
merdeka.” Tujuan
ini tidak dapat diterima oleh seorang pendidik Kristen. Karena anak-anak sama
sekali tidak merdeka, sebelum mereka ditebus oleh darah Tuhan Yesus. Mereka
berada di bawah kuasa si jahat, dan perkemangan secara harmonis hanya dapat
dicapai secara dangkal.
2. Pandangan
Alkitab
Pandangan
Alkitab terhadap anak berbeda, yang seharusnya menjadi juga pandangan seorang
pendidik Kristen. Kecenderungan terhadap dosa dan perbuatannya merupakan
kenyataan dalam hidup setiap anak. Anak perlu diselamatkan oleh anugerah Allah,
seperti dalam Yohanes 3:16.
3. Pertobatan
dan kelahiran baru dalam kehidupan seorang anak
Pertobatan
merupakan jawaban manusia, baik orang dewasa maupun anak, atas Firman Tuhan itu
yang mengenai hati mereka. mereka melihat dalam terang Firman Tuhan itu, bahwa
mereka penuh dosa, sudah hilang jauh dari Allah. Mereka memegang dengan yakin
dan iman, bahwa mereka bebas dari dosa, karena Tuhan Yesus membayar penuh,
waktu Ia mati di kayu salib. Kelahiran
baru terjadi ada saat, di mana Allah Tritunggal, sesudah diundang, mulai
mendiami hati orang yang bertobat itu.
4. Tujuan
pendidikan Kristen untuk anak-anak
Sebagai
kesimpulan dapat dikatakan:
Tujuan
pendidikan Kristen terhadap anak bukan supaya anak mengenal Allah dan segala
perbuatanNya dalam dunia ini secara intelektual saja, juga bukan:
memperkembangkan kerohanian anak, sehingga makin lama makin sempurna. Karena
apa yang belum ada, belum lahir, tidak dapat diperkembangkan.[3]
Melibatkan Diri dalam Kehidupan Anak
Pada umumnya,
orangtua akan lebih memerhatikan perkembangan dan kebutuhan rohani anak ketika
ia masih kecil saja. Pada saat ia mulai meginjak remaja, biasanya perhatian
orangtua semakin memudar. Hal itu terjadi mungkin karena mereka menganggap anak
sudah dapat mandiri dan sudah tidak terlalu banyak lagi membutuhkan perhatian
atau bantuan orangtua. Anggapan
orangtua seperti di atas itu adalah tidak benar. Anak remaja justru sangat
membutuhkan dukungan, bimbingan, kehadiran, dan perhatian orangtua. Dikala anak
mendapatkan kendala dalam hidupnya tentu akan sangat baik bila ia dapat
mencurahkan dan mendapatkan masukkan, saran, dan nasehat dari orangtuanya
sendiri ketimbang dari teman-temannya.
Jika
orangtua selalu memberikan perhatian secara aktif. Selalu berusaha melibatkan
diri dalam hidup anak, misalnya mendengarkan apa yang ingin ia bicarakan,
memotivasi kegiatan sekolahnya, dan membantu anak ketika ia sedang mendapatkan
masalah dalam hidupnya. Maka, ketika ia mengetahui hal ini di masa depan nanti,
ia akan siap pula memberikan yang terbaik kepada orangtuanya. Ia akan siap
mendampingi dan memerhatikan orangtua seperti halnya orangtua telah melakukan
semua itu kepadanya. Apabila
orangtua mampu menunjukkan kepada anak betapa orangtua sangat mencintai dan
menyayanginya, dengan selalu mengekspresikan perhatian secara mendetail terhadap
kehidupan anak sejak ia masih kecil, maka hal ini akan menciptakan suatu
kebiasaan intim seumur hidup yang memberikan manfaat bagi orangtua (Laura M.
Ramirez, 2006).[4]
Hubungan
Orangtua dan Guru Sekolah
Orang tua dan sekolah merupakan dua unsur yang saling berkaitan dan memiliki
keterkaitan yang kuat satu sama lain. Terlepas dari beragamnya asumsi
masyarakat, ungkapan “buah tak akan pernah jauh jatuh dari pohonnya” adalah
sebuah gambaran bahwa betapa kuatnya pengaruh orang tua terhadap perkembangan
anaknya.Supaya orang tua dan sekolah tidak salah dalam mendidik anak, oleh
karena itu harus terjalin kerjasama yang baik di antara kedua belah pihak.
Orang tua mendidik anaknya di rumah, dan di sekolah untuk mendidik anak
diserahkan kepada pihak sekolah atau guru, agar berjalan dengan baik kerja sama
di antara orang tua dan sekolah maka harus ada dalam suatu rel yang sama supaya
bisa seiring seirama dalam memperlakukan anak, baik di rumah ataupun di
sekolah, sesuai dengan kesepahaman yang telah disepakati oleh kedua belah pihak
dalam memperlakukan anak.
Kalau saja
dalam mendidik anak berdasarkan kemauan salah satu pihak saja misalnya pihak
keluarga saja taupun pihak sekolah saja yang mendidik anak, hal ini berdasarkan
beberapa pengalaman tidak akan berjalan dengan baik atau dengan kata lain usaha
yang dilakukan oleh orang tua atau sekolah akan mentah lagi-mentah lagi karena
ada dua rel yang harus dilalui oleh anak dan akibatnya si anak menjadi pusing
mana yang harus diturut, bahkan lebih jauhnya lagi dikhawatirkan akan membentuk
anak berkarakter ganda.Memang pada kenyataannya tidak mudah untuk melaksanakan
kesepahaman tersebut, tetapi kalau kita berlandaskan karena rasa cinta kita
kepada anak tentunya apapun akan kita lakukan, karena rasa cinta dapat mengubah
pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi
sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi
rahmat. Kalau hal ini sudah dimiliki oleh kedua belah pihak, hal ini merupakan
modal besar dalam mendidik anak. Setiap kejadian yang terjadi, baik di rumah
ataupun di sekolah hendaklah dicatat dengan baik oleh kedua belah pihak
sehingga ketika ada hal yang janggal pada anak, hal ini bisa dijadikan bahan
untuk mengevaluasi sejauhmana perubahan-perubahan yang dialami oleh anak, baik
sifat yang jeleknya ataupun sifat yang bagusnya, sehingga di dalam penentuan
langkah berikutnya bisa berkaca dari catatn-catatan yang telah dibuat oleh
kedua belah pihak.
Setiap ada
sesuatu hal yang dirasakan janggal pada diri anak baik di rumah ataupun di
sekolah, baik orang tua ataupun guru harus sesegera mungkin untuk menanganinya
dengan cara saling menginformasikan di antara orang tua dan guru, mungkin lebih
lanjutnya mendiskusikannya supaya bisa lebih cepat tertangani masalah yang
dihadapai oleh anak dan tidak berlarut-larut. Oleh karena itu seperti apa yang
tertulis di atas bahwa orang tua dan sekolah merupakan satu kesatuan yang utuh
di dalam mendidik anak, agar apa yang dicita-citakan oleh orang tua atau
sekolah dapat tercapai, maka harus ada kekonsistenan dari kedua belah pihak
dalam melaksanakan program-program yang telah disepakati oleh kedua belah
pihak.[5]
Sikap Orangtua Kepada Anak
Sikap
orangtua yang menguntungkan perkembangan anak ditandai dengan pengertian, kasih
sayang dan minat pada anak sebagai suatu pribadi. Anak yang merasa dirinya
diterima oleh orang tuanya akan memiliki rasa tanggungjawab yang besar,
aspirasinya lebih realistis, lebih ulet dan lebih mandiri dibandingkan dengan
anak yang merasa dirinya ditolak oleh orangtuanya. Sikap penolakan terhadap
anak, dapat berakibat buruk pada hubungan orangtua dan anak. Anak tidak lagi
taat pada orangtua, segala nasehat dianggap sebagai suatu “penjara” bagi anak.
Penolakan orangtua akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Anak akan
berkembang menjadi sosok pemberontak dalam keluarga.
Penolakan
orangtua akan berpengaruh juga dalam pendidikan anak. Mereka juga akan
menganggap guru disekolahnya sebagai sosok yang sama dengan orang tuanya, yang
selalu menolak dirinya. Dalam Kolose 3:21 dikatakan: “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar
hatinya.” Jelas dikatakan bahwa orangtua tidak diperbolehkan untuk
menyakiti hati anak-anaknya, karena itu akan menjadikan anak merasa sakit hati.
Lebih parah lagi kalau anak sudah menganggap orang tuanya sebagai musuh mereka.
Kalau itu terjadi, susah sekali untuk mengubah anggapan itu. Oleh karena itu,
orangtua yang sudah diberi berkat keturunan oleh Tuhan tidak seharusnya menolak
keberadaan anak-anak mereka. mereka harus bersyukur atas berkat yang sudah
Allah berikan pada keluarga mereka.
Mengembangkan Konsep Diri Anak
Konsep diri dapat diartikan sebagai
perasaan atau pendapat tentang siapa dirinya. Konsep ini mengandung gambaran
fisik maupun psikologis tentang diri sendiri. Gambaran fisik biasanya mengarah
kepada penampilan anak, sedangkan psikologis lebih mengarah kepada
pikiran,perasaan,dan emosi anak. Jika orang tua menginginkan anaknya bertumbuh
untuk menjadi sosok yang baik, mereka harus dapat mengembangkan konsep diri
positif pada anak mereka. anak yang memiliki konsep diri negatif akan memandang
dirinya sebagai anak yang memiliki watak negatif lebih banyak daripada
positifnya.
Konsep diri
negatif pada anak akan semakin berkembang jika orang tua lebih memperhatikan
kesalahan, kegagalan dan kenakalan daripada keberhasilan dan kebaikannya. Anak
akan tumbuh menjadi sosok yang mudah menyerah, mudah tersinggung, dan tertutup. Ada
dua cara yang terbaik untuk mengembangkan konsep diri yang positf, yaitu:
a. Membuat anak
merasa bahwa orang lain menyayanginya, dan
b. Membantu
agar anak lebih merasa berhasil dalam berbagai situasi.
Orang tua
yang memahami anak-anak mereka sebagai seorang pribadi dengan segala kekurangan
dan kelebihannya, akan dapat membantu anak-anaknya mengembangkan konsep diri.
Perlu diketahui, bahwa konsep diri positif dapat berkembang jika anak
mengalaminya sendiri, bukan dengan mendengar saja. Bukan anak yang diajar
tentang kasih yang mengembangkan konsep diri positif, tetapi anak yang
mengalami kasihlah yang mampu mengasihi diri sendiri dan orang lain. Anak yang
memiliki konsep diri positif cenderung memperoleh keberhasilan disekolahnya
daripada anak yang memiliki konsep diri negatif. Mereka lebih berhasil dalam
pendidikan dan pergaulan dengan teman-teman dan guru-guru mereka.[6]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pendidikan merupakan
hal terbesar yang selalu diutamakan oleh para orang tua. Saat ini masyarakat
semakin menyadari pentingnya memberikan pendidikan yang terbaik kepada
anak-anak mereka sejak dini. Untuk itu orang tua memegang peranan yang sangat
penting dalam membimbing dan mendampingi anak dalam kehidupan keseharian anak.
Sudah merupakan kewajiban para orang tua untuk menciptakan lingkungan yang
kondusif sehingga dapat memancing keluar potensi anak, kecerdasan dan rasa
percaya diri. Dan tidak lupa memahami tahap perkembangan anak serta kebutuhan
pengembangan potensi kecerdasan dari setiap tahap. Orangtua dapat memantau
perkembangan kepribadian yang mencakup sikap, moral dan tingkah laku anak-anak.
Hal ini dapat dilakukan orang tua dengan berkomunikasi dengan wali kelas untuk
mengetahui perkembangan anak di sekolah.
Anak-anak pada masa peralihan lebih banyak membutuhkan perhatian dan kasih
sayang, maka para orang tua tidak dapat menyerahkan kepercayaan seluruhnya
kepada guru di sekolah, artinya orang tua harus banyak berkomunikasi dengan
gurunya di sekolah begitu juga sebaliknya, hal penting dalam pendidikan adalah
mendidik jiwa anak. Jiwa yang masih rapuh dan labil, kurangnya perhatian dan
kasih sayang orang tua dapat mengakibatkan pengaruh lebih buruk lagi bagi jiwa
anak. Banyaknya tindakan kriminal yang dilakukan generasi muda saat ini tidak
terlepas dari kelengahan bahkan ketidakpedulian para orang tua dalam mendidik
anak-anaknya.[7]
DAFTAR
PUSTAKA
Dyck,Anni.Tantangan dan Kebutuhan anak.Pembinaan Anak Dan Pemuda,1982.
Heath,W.Stanley.Teologi
Pendidikan Anak.Yayasan Kalam Hidup,2005.
M.Nainggolan,John.Menjadi
Guru Agama Kristen.Generasi Info Media,2007.
http://salwintt.wordpress.com/artikel/109-2/peranan-orangtua-sekolah-dan-guru-dalam-mensukseskan-pendidikan/
[2]
W.Stanley Heath.Teologi Pendidikan Anak.Kalam
Hidup,2005.Hal 25
[3] Ibid
[4]
http://salwintt.wordpress.com/artikel/109-2/peranan-orangtua-sekolah-dan-guru-dalam-mensukseskan-pendidikan/
[5] Ibid
[7] ibid
Tidak ada komentar:
Posting Komentar