Sabtu, 14 Februari 2015

Easter symbols

TELUR DAN KELINCI PASKAH
Banyak Sekolah Minggu dan anak-anak merayakan Paskah dengan pesta telor. Ada juga kelinci yang dipakai sebagai peragaan-peragaan Paskah. Asal mula pengunaan kelinci dan telor inipun berbeda-beda ceritanya. Tetapi apa sebenarnya hubungan antara Paskah dengan telor dan kelinci?

Hubungan secara langsung sebenarnya tidak ada. Lahirnya tradisi merayakan Paskah dengan telur dan kelinci terkait dengan perayaan musim semi dan pesta kesuburan di benua Eropa pada abad-abad permulaan sebelum Kristen.

Seorang sarjana Katholik, St. Bede, yang hidup pada abad ke-8 meyakini, bahwa hari raya Paskah (Easter) yang dirayakan oleh bangsa-bangsa Eropa diambil dari istilah “Ostra” (Scandinavia) atau “Ostern” atau “Eastre” keduanya adalah dewi kesuburan dan dewi musim semi bangsa Anglo-Saxon. Perayaan menyembah dewi-dewi ini dilakukan pada bulan April dan dimeriahkan dengan kelinci-kelinci Paskah, lambang kesuburan (karena cepat berkembang biak) dan telur-telur yang diwarnai dengan warna-warna cerah, sebagai lambang matahari musim semi. Selain itu telur merupakan lambang cikal bakal kehidupan.

Bagi penduduk belahan bumi bagian Utara, musim semi adalah musim yang memperlihatkan kembali kehidupan. Pohon-pohon yang pada waktu musim gugur dan musim dingin menjadi gundul, kini mulai bertunas. Bunga mulai bermekaran. Binatang-binatang mulai keluar dari tempat perlindungannya. Kehidupan dimulai lagi. Demikianlah orang-orang Kristen sejak abad-abad permulaan merayakan Paskah dengan mengambil lambang-lambang yang sudah ada dalam tradisi penduduk setempat. Telur dan kelinci dijadikan lambang, bahwa oleh kebangkitan Kristus, hidup kita dimulai lagi secara baru untuk menjadi hidup yang bersemi dan berlimpah.

EASTER
 
 Easter, istilah Paskah dalam Bahasa Inggris, berasal dari akar kata bahasa proto-Germanic yang artinya “to rise” (bangkit). Dalam Bahasa Jerman kontem-porer, kata “oest”, dan dalam Bahasa Inggris kata “east”, keduanya memiliki arti Timur – suatu petunjuk arah saat matahari terbit (to rise), bangkit dari kegelapan malam dan me-nyongsong tibanya pagi hari. Inilah akar kata untuk “Easter” yang sering digunakan hingga sekarang, yang menunjuk pada fakta kebangkitan Tuhan Yesus Kristus dari kematian.

PENETAPAN TANGGAL PASKAH
 
Tanggal untuk Hari Paskah setiap tahun selalu berubah dan tidak sama. Berbeda dengan Hari Natal, Paskah tidak memiliki tanggal yang tetap. Bulannya pun tidak tetap. Kadang jatuh pada Bulan Maret, kadang Bulan April. Mengapa demikian?

Gereja mula-mula tidak pernah direpotkan dengan persoalan tanggal Paskah. Mereka merayakan Paskah setiap Hari Minggu, yaitu hari terjadinya peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus. Bagi mereka, setiap Hari Minggu adalah Hari Paskah. Baru pada abad ke-2 mulai ada jemaat-jemaat Kristen yang mengkhususkan Hari Minggu tertentu untuk dirayakan sebagai Hari paskah setahun sekali. Persoalan yang timbul kemudian adalah tanggal manakah yang sebaiknya dipilih sebagai Hari Paskah tahunan itu?

Jemaat Kristen Yahudi berpendapat, bahwa Paskah sebaiknya dirayakan sebagai pengganti Paskah Yahudi. Jadi tanggalnya adalah hari keempat belas dalam bulan Nisan (bulan pertama dalam Kalender Yahudi – sesudah pembuangan Babel – bersamaan dengan bulan Maret dalam kalender Masehi), tanpa mempersoalkan hari. Lain halnya dengan jemaat-jemaat Kristen yang berasal dari bangsa-bangsa non-Yahudi, berpendapat bahwa Paskah dirayakan pada Hari Minggu. Masalahnya, Hari Minggu yang mana? Pada tahun 325, dalam persidangan gereja di Nicea, ditetapkan dengan resmi sebuah patokan bersama untuk menetapkan tanggal peringatan Paskah. Patokan itu adalah: Paskah dirayakan pada Hari Minggu pertama sesudah bulan purnama yang jatuh pada tanggal 21 Maret atau sesudahnya, yaitu tanggal permulaan musim semi. Apabila bulan purnama itu jatuh pada Hari Minggu, maka Paskah dirayakan pada Hari Minggu berikutnya. Keputusan tersebut dipegang terus oleh semua gereja di dunia hingga saat ini. Dengan patokan itu, setiap tahun Paskah jatuh antara tanggal 22 Maret – 25 April.

Bulan purnama sudah dapat dihitung jauh hari di muka. Sebab itu, tanggal Paskah pun sudah dapat ditetapkan sekian puluh tahun di muka. Misalnya, dari sekarang kita sudah dapat mengetahui bahwa untuk tahun 2005 Paskah akan jatuh pada tanggal 27 Maret dan pada tahun 2010 Paskah akan jatuh pada tanggal 4 April.

Kalau tanggal Paskah sudah kita ketahui, maka akan mudah menentukan hari raya gerejawi lain di sekitar Paskah, seperti Jumat Agung (tiga hari sebelum Paskah), Kenaikan Tuhan (40 hari sesudah paskah) dan Pentakosta (50 hari sesudah Paskah).

IBADAH PADA HARI MINGGU
 
Hari kebaktian yang ditetapkan oleh Sepuluh Perintah Allah adalah Sabat, yaitu hari ketujuh, atau sekarang disebut Hari Sabtu. Gereja mula-mula pun berbakti pada Hari Sabtu. Tetapi kemudian gereja mengalihkan kebaktiannya pada Hari Minggu. Perubahan ini terjadi tidak terlalu lama sesudah kebangkitan Yesus. Kisah Para Rasul 20:7 mencatat bahwa “pada ‘hari pertama’ dalam minggu ini, ketika kami berkumpul untuk memecahkan roti….” dan dalam I Korintus 16:2, Paulus menulis: “Pada hari pertama tiap-tiap minggu hendaklah kamu…”

Perubahan kebaktian dari Sabtu menjadi Minggu ini merupakan satu keputusan yang drastic, mengingat bahwa gereja pada waktu itu kebanyakan terdiri dari orang-orang Yahudi, yang ingin terus memegang tradisi Sabat. Dasar perubahan itu adalah, bahwa Hari Sabat (Sabtu) adalah bayangan dari apa yang harus datang, dan mereka memandang kebangkitan Kristus sebagai peristiwa yang besar, sehingga mereka merayakannya setiap Hari Minggu.

Pada akhir abad pertama, gereja lazim menyebut Hari Minggu sebagai “Hari Tuhan.” Sebutan ini kita temui dalam Wahyu 1:10, mengingat pada waktu ada kebiasaan memuja kaisar dan setiap bulan ada “Hari Kaisar” untuk menghormati kaisar naik tahta. Gereja memakai sebutan “Hari Tuhan” untuk menyatakan penghormatan kepada Kristus yang telah bangkit dari kematian. Sebutan “Hari Minggu” dalam bahasa kita sebenarnya juga berarti “Hari Tuhan” sebab kata “Minggu” itu sendiri berasal dari kata Portugis “Dominggo” yang artinya Hari Tuhan.

Dalam kebudayaan Yunani, pada zaman itu Hari Minggu merupakan perayaan untuk menghormati Dewa Matahari. Mereka menyebut Hari Minggu sebagai “Hari Matahari”, tetapi gereja mengatakan bahwa hari itu adalah hari penghormatan kepada “Matahari Kebenaran” (bd. Mal 4:2), yaitu Tuhan Yesus Kristus. Dari sebutan ini, kita mengenal nama Sunday, Zondag atau Sonntag.

Karena gereja mula-mula selalu merayakan Hari Minggu sebagai hari kebaktian atau ibadah, lambat laun kebiasaan itu diterima oleh masyarakat. Pada tahun 321, Kaisar Konstantinus dengan undang-undang menetapkan Hari Minggu sebagai Hari libur di seluruh wilayah kekaisarannya. Dari ketetapan itu, yang kemudian mendunia (universal), kini dunia mengenal Hari Minggu sebagai hari libur.

SALAM PASKAH
Gereja-gereja ortodoks yang banyak terdapat di Rusia, Yunani dan negara-negara eropa Timur, menyatakan kegembiraan paskah dengan salam yang khas. Mereka mengucapkan, “Kristus Tuhan. Kristus sudah bangkit!” Lalu orang yang menerima salam itu menjawab, “Benar, Ia sudah bangkit!” Ada juga gereja-gereja ortodoks yang meng-gunakan salam tersebut bukan hanya pada Hari Paskah, melainkan setiap Hari Minggu, bahkan setiap hari.

GEREJA AYAM
Di berbagai tempat di dunia, terdapat gedung-gedung gereja dengan lambang ayam jantan di atapnya atau di menaranya. Apa maksud penggunaan lambang ini? Ayam adalah lambang dimulainya sebuah hari. Setiap hari, sebelum manusia dan hewan lain bangun, ayamlah yang bangun terlebih dahulu dan membangunkan semua mahluk. Itulah sebabnya, sejak abad-abad pertengahan, banyak gereja memakai ayam sebagai lambang kebangkitan hidup Yesus Kristus. Ayam menjadi lambang munculnya hidup yang baru karena kebangkitan Tuhan. Ayam di puncak menara gereja seolah-olah hendak berkokok, “Hari ini pun Hari Paskah!”

REFLEKSI HARI INI
Kuasa kebangkitan Kristus tidak hanya berguna bagi kita pada akhir zaman, yaitu pada hari kebangkitan kekal, tetapi juga telah tersedia dengan limpah untuk kehidupan hari ini. Rasul Paulus menyebutkan, “Betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya” (Efesus 19:20). Kuasa kebangkitan-Nya memberikan kekuatan kepada yang lemah, pengharapan bagi yang putus asa, terang bagi yang berjalan dalam kegelapan, kelepasan bagi yang terbelenggu, penghiburan bagi yang susah, kasih bagi yang tertolak, kepuasan bagi jiwa yang haus dan lapar, damai bagi yang berseteru, kecukupan bagi yang kekurangan, kesembuhan bagi yang sakit, keberanian bagi yang hidup dalam bayang-bayang ketakutan, dan sahabat bagi yang kesepian. Kemenangan dan kebangkitan Kristus yang penuh mujizat menjadi dasar, titik tolak dan pusat perayaan Paskah Perjanjian Baru hingga saat ini. (Yd)


Sumber: http://www.rajawalikecil.com/2010/03/tradisi-perayaan-paskah.html

Sunday School History

SEJARAH SEKOLAH MINGGU


Memperingati Hari Anak, saya mencoba memposting Sejarah Sekolah Minggu, karena saya yakin, banyak sekali guru Sekolah Minggu dan para pembina anak yang belum tahu cerita tentang bagaimana pelayanan Sekolah Minggu pertama kali diselenggarakan.

Kalau kita menelusuri kembali ke jaman Perjanjian Lama, maka sebenarnya Alkitab telah memberikan perhatian yang serius terhadap pembinaan rohani anak. Pada masa itu pembinaan rohani anak dilakukan sepenuhnya dalam keluarga (Ul. 6:4-7). Sejak sebelum usia 5 tahun anak telah dididik oleh orang tuanya untuk mengenal Allah Yahweh. Pada masa pembuangan di Babilonia (500SM), ketika Tuhan menggerakkan Ezra dan para ahli kitab untuk membangkitkan kembali kecintaan bangsa Israel kepada Taurat Tuhan, maka dibukalah tempat ibadah sinagoge dimana mereka dapat belajar Firman Tuhan kembali, termasuk diantara mereka adalah anak-anak kecil. Orangtua wajib mengirimkan anak-anaknya yang berusia di bawah 5 tahun ke sekolah di sinagoge. Di sana mereka dididik oleh guru-guru sukarelawan yang mahir dalam kitab Taurat. Anak-anak dikelompokkan dengan jumlah maksimum 25 orang dan dibimbing untuk aktif berpikir dan bertanya, sedangkan guru adalah fasilitator yang selalu siap sedia menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka.

Ketika orang-orang Yahudi yang dibuang di Babilonia diijinkan pulang ke Palestina, maka mereka meneruskan tradisi membuka tempat ibadah sinagoge ini di Palestina sampai masa Perjanjian Baru. Tuhan Yesus ketika masih kecil, juga sama seperti anak-anak Yahudi yang lain, menerima pengajaran Taurat di sinagoge. Dan pada usia 12 tahun Yesus sanggup bertanya jawab dengan para ahli Taurat di Bait Allah. Tradisi mendidik anak-anak secara ketat terus berlangsung sampai pada masa rasul-rasul (1Tim. 3:15) dan gereja mula-mula. Namun, tempat untuk mendidik mereka perlahan-lahan tidak lagi dipusatkan di sinagoge tetapi di gereja, tempat jemaat Tuhan berkumpul.

Tetapi sayang sekali pada Abad Pertengahan gereja tidak lagi memelihara kebiasaan mendidik anak seperti abad-abad sebelumnya. Bahkan orang dewasapun tidak lagi mendapatkan pengajaran Firman Tuhan dengan baik. Barulah pada masa Reformasi, gerakan pengembalian kepada pengajaran Alkitab dibangkitkan lagi, dan pendidikan terhadap anak-anak mulai digalakkan kembali, khususnya melalui kelas Katekismus. Untuk itu hanya para pekerja gereja sajalah yang diijinkan untuk terlibat dalam pembinaan. Namun sedikitnya orang yang terlatih untuk mengajarkan kelas Katekismus ini menyebabkan pelayanan anak ini menjadi mundur bahkan perlahan-lahan tidak lagi menjadi perhatian utama gereja dan diadakan hanya sebagai prasyarat bagi anak-anak yang akan menerima konfirmasi (baptis sidi).

Barulah pada abad 18, seorang wartawan Inggris bernama Robert Raikes, digerakkan oleh rasa cinta kepada anak-anak, membuat suatu gerakan yang akhirnya mendorong lahirnya pelayanan Sekolah Minggu!

Pada masa akhir abad 18, Inggris sedang dilanda suatu krisis ekonomi yang sangat parah. Setiap orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan anak-anak dipaksa bekerja untuk bisa mendapatkan penghidupan yang layak. Pada saat itu wartawan Robert Raikes, mendapat tugas untuk meliput berita tentang anak-anak gelandangan di Gloucester bagi sebuah harian (koran) milik ayahnya. Apa yang dilihat Robert sangat memprihatinkan sebab anak-anak gelandangan itu harus bekerja dari hari Senin sampai Sabtu. Apa yang dilakukan anak-anak pada hari Minggu itu? Hari Minggu adalah satu-satunya hari libur mereka sehingga mereka habiskan untuk bersenang-senang, tapi karena mereka tidak pernah mendapat pendidikan (karena tidak bersekolah), anak-anak itu menjadi sangat liar, mereka minum-minum dan melakukan berbagai macam kenakalan dan kejahatan.

Melihat keadaan itu Robert Raikes bertekad untuk mengubah keadaan. Ia dengan beberapa teman mencoba melakukan pendekatan kepada anak-anak tersebut dengan mengundang mereka berkumpul di sebuah dapur milik Ibu Meredith di kota Scooty Alley. Di sana selain anak-anak mendapat makanan, mereka juga diajarkan sopan santun, membaca dan menulis. Tapi hal paling indah yang diterima anak-anak di situ adalah mereka mendapat kesempatan mendengar cerita-cerita Alkitab.

Pada mulanya pelayanan ini sangat tidak mudah. Banyak anak-anak itu datang dengan keadaan yang sangat bau dan kotor. Namun dengan cara pendidikan yang disiplin, kadang dengan pukulan rotan, tapi dilakukan dengan penuh cinta kasih, anak-anak itu akhirnya belajar untuk mau dididik dengan baik, sehingga semakin lama semakin banyak anak datang ke dapur Ibu Meredith. Semakin banyak juga guru disewa untuk mengajar mereka, bukan hanya untuk belajar membaca dan menulis tapi juga Firman Tuhan. Perjuangan yang sangat sulit tapi melegakan. Dan dalam waktu 4 tahun sekolah minggu itu semakin berkembang bahkan ke kota-kota lain di Inggris, dan jumlah anak-anak yang datang ke sekolah hari minggu terhitung mencapai 250.000 anak di seluruh Inggris.

Mula-mula, gereja tidak mengakui kehadiran gerakan Sekolah Minggu yang dimulai oleh Robert Raikes ini. Tetapi karena kegigihannya menulis ke berbagai publikasi dan membagikan visi pelayanan anak ke masyarakat Kristen di Inggris, dan juga atas bantuan John Wesley (pendiri gereja Methodis), akhirnya kehadiran Sekolah Minggu diterima oleh gereja. Mula-mula oleh gereja Methodis, akhirnya gereja-gereja protestan lain. Ketika Robert Raikes meninggal dunia thn. 1811, jumlah anak yang hadir di Sekolah Minggu di seluruh Inggris mencapai lebih dari 400.000 anak. Dari pelayanan anak ini, Inggris tidak hanya diselamatkan dari revolusi sosial, tapi juga diselamatkan dari generasi yang tidak mengenal Tuhan.

Gerakan Sekolah Minggu yang dimulai di Inggris ini akhirnya menjalar ke berbagai tempat di dunia, termasuk negara-negara Eropa lainnya dan ke Amerika. Dan dari para misionaris yang pergi melayani ke negara-negara Asia, akhirnya pelayanan anak melalui Sekolah Minggu juga hadir di Indonesia.

Sumber : http://www.rajawalikecil.com/2010/07/sejarah-sekolah-minggu.html

Senin, 09 Februari 2015

Berjuang agar orang kenal Kristus

Baca: Markus 2:1-12
Sungguh menakjubkan kasih dan iman teman-teman si lumpuh. Keinginan mereka agar si lumpuh sembuh dan iman bahwa Yesus sanggup menyembuhkan, membuat mereka berupaya keras agar si lumpuh bisa tiba di depan Yesus. Namun orang banyak yang berkerumun di depan pintu menjadi penghalang besar. Mereka tidak putus asa dan tidak hilang akal. Besarnya keinginan membuat mereka berupaya keras mengalahkan rintangan dan besarnya iman mengalahkan ketidakmungkinan untuk datang kepada Yesus.
Tentu tidak mudah membawa seorang lumpuh menaiki tangga dan kemudian menurunkannya melalui atap yang dibongkar. Namun itulah iman dan itulah harga yang harus mereka bayar karena kerinduan mengantarkan teman mereka pada Kristus. Dan tekad keempat teman si lumpuh membuat Yesus melihat iman mereka. Lalu apa yang Yesus katakan? “Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!” (5). Kira-kira apa yang ada dalam benak keempat teman si lumpuh? Mereka sudah bersusah payah membawa teman mereka ke hadapan Yesus, tetapi Yesus hanya menyatakan bahwa dosanya sudah diampuni! Tentu bukan itu tujuan mereka sampai harus membongkar atap rumah orang lain. Yang mereka inginkan adalah agar teman mereka disembuhkan! Namun Yesus tahu apa sesungguhnya kebutuhan mendasar orang lumpuh itu, yaitu pengampunan dosa. Apa gunanya orang punya dua kaki, tetapi kedua kakinya itu membawa dia berjalan masuk ke neraka? Nyata bahwa respons Yesus dalam menangani orang lumpuh itu jauh lebih baik dari yang mereka harapkan, karena dosa merupakan akar dari segala penderitaan manusia. Maka kerinduan keempat teman si lumpuh dan kuasa Allah yang sempurna membuat si lumpuh mengalami mukjizat secara utuh dan mengalami kesembuhan lahir batin.
Simpati, kerja sama, dan kerelaan untuk berjerih lelah memang diperlukan bila kita ingin membawa orang lain kepada Kristus. Maka jangan biarkan kerinduan agar orang lain mengenal Kristus hanya tinggal kerinduan semata. Lakukan sesuatu dan berjuanglah untuk itu.

Saya Copazz