Rabu, 20 Mei 2015

Tradisi O'orom Sasa'du (Makan-Makan Sabuah)

Tradisi O’orom Sasa’du
(Makan-makan Sabuah)

Latar Belakang Budaya
Suku Sahu adalah salah satu suku yang terletak di Indonesia Timur, Propinsi Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Barat kecamatan Sahu. suku Sahu awalnya bernama Jio Japung Malamo yang kemudian berganti nama menjadi Suku Sahu, nama ini diberikan oleh Sultan Ternate. Pergantian nama ini bermula ketika sangaji (orang yang memerintah suku ini) dipanggil menghadap Sultan Ternate. Saat Sangaji datang bertemu Sultan Ternate sedang melakukan makan sahur sehingga sultan berkata dalam bahasa Ternate “Hara kane si jou sahur, jadi kane suku ngana si golo jiko Sahu” yang artinya kau sangaji datang pada waktu sultan sedang makan sahur, maka kemudian hari ini engkau mendirikan daerahmu dan namailah daerah itu Sahu. Suku ini terbagi menjadi dua bagian yaitu suku Sahu Tala’i dan suku Sahu Padis’ua dan suku Sahu. secara budaya kedua suku ini memiliki budaya yang sama dan sangat sulit untuk kita menemukan perbedaannya, namun ketika kita mendengar dialek kedua suku ini dalam menggunakan bahasa daerah maka kita akan mengetahui perbedaan suku ini. Suku Sahu Tala’i dengan dialek yang lebih kasar sedangkan suku Sahu padis’ua dengan dialek yang lebih halus.[1]
Suku Sahu memiliki rumah adat yang disebut Sasa’du yang artinya rumah besar, atau dalam dialek sehari-hari dalam suku Sahu disebut Sabuah. Sasa’du dalam tradisi masyarakat suku Sahu digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan suku Sahu seperti rapat tokoh-tokoh adat, acara adat, rapat masyarakat maupun tempat berkumpulnya masyarakat untuk saling bersosialisasi diwaktu luang.[2] Suku Sahu memiliki satu tradisi unik dalam budaya mereka yaitu tradisi O’orom Sasa’du atau orang suku Sahu biasa menyebutnya sebagai makan-makan sabuah. Suatu tradisi yang diturunkan turun-temurun oleh para leluhur untuk mensyukuri hasil panen yang mereka alami dalam satu tahun itu. Tradisi ini biasanya diadakan sehabis musim panen dan masyarakat bersama-sama membawa masakan yang diolah dari hasil panen dan dibawah kedalam sasa’du dan Salah satu tradisi atau acara adat yang sering digunakan adalah O’orom Sasa’du. Kata “O’orom” berarti Makan sedangkan “Sasa’du” berarti Sabuah atau rumah. Jadi secara harafiah dapat diartikan sebagai Makan-makan sabuah.[3] Disamping hanya sekedar untuk melaksanakan ritual adat hal ini juga berpengaruh positif bagi perkembangan karakter untuk saling berbagi didalam masyarakat suku Sahu itu sendiri.[4] Disamping itu pula tradisi O’orom Sasa’du ini dilaksanakan sebagai ungkapan syukur atas kemenangan dalam peperangan antar suku maupun dalam mengusir penjajah diwaktu itu.
Dalam melaksanakan tradisi O’orom Sasa’du ini, dimulai dengan upacara menaikkan Tuala (bendera kebanggaan suku Sahu) ke atas atap Sasa’du dan bendera adat. selama bendera itu dinaikkan maka masyarakat akan berkeliling Sasa’du selama lima kali. Hal ini dilakukan saat menjelang pagi sekitar jam 4 pagi dan sambil menanti matahari terbit maka masyarakat akan mengkumandangkan nyanyian syukur yang biasa disebut dalam bahasa Sahu sebagai I’o dan doa kepada roh-roh nenek moyang mereka yang diiringi dengan bunyi tifa dan gong sebagai alat musik.[5] Dalam Tradisi O’orom Sasa’du ini akan dilaksanakan selama 5 hari, yang terbagi menjadi 2 bagian yaitu, 3 hari pertama digunakan sebagai upacara syukuran panen atau perang dan 2 hari kedua digunakan sebagai pesta Cakaiba, melawak, serta mengadakan tarian Legu-Salai dan Cakalele.[6] Dalam memulai tradisi ini setiap keluarga harus menyiapkan makanan khas suku Sahu yaitu nasi cala (nasi kembar) yang biasa dibakar dalam bambu dan dibawa ke Sasa’du untuk disantap bersama karena hal ini membuktikan bahwa panen mereka berhasil dan harus dibagi bersama masyarakat dalam suku Sahu. Ada hal unik yang terjadi dalam tradisi O’orom Sasa’du yaitu orang akan makan namun tidak kenyang, minum tuak/saguer maupun captikus namun tidak mabuk serta tidak merasa lelah atau mengantuk walaupun tidak tidur selama acara berlangsung. Hal inilah yang membuat masyarakat semakin percaya jikalau roh-roh nenek moyang atau sosok supranatural yang merasuki setiap orang yang hadir sehingga mereka tidak mengalami hal tersebut.[7]
Didua hari terakhir kita dalam tradisi O’orom Sasa’du ada pemisahan antara masyarakat biasa dan para tokoh adat serta tua-tua desa.[8] Para tokoh adat ini disiapkan tempat khusus diluar Sasa’du agar mereka bisa mendiskusikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan menjalankan pemerintahan desa maupun kapan waktu yang baik untuk mulai bercocok tanam dan adanya penyampaian kembali tentang hukum adat yang berlaku ketika ada yang melanggar hukum adat suku sahu itu sendiri. Di tempat ini juga terdapat pembagian kelompok menjadi dua. Kelompok pertama yaitu mereka yang ditugaskan untuk menjaga pekatan penawa sedangkan orang-orang khusus yang membawa alat perang termasuk jimat-jimat kepada panglima untuk berperang Dipuncak acara O’orom Sasa’du maka masyarakat akan mendengarkan penyampaian dari ketua adat dan setelah itu masyarakat akan keluar dari sasa’du dan akan menyaksikan tarian Legu dan salai selama 2 jam diakhir tarian legu dan salai maka akan dilaksanakan upacara penutupan yaitu penurunan bendera tuala dan bendera adat. Sementara bendera tuala yang ada diatas bubungan sasa’du akan diturunkan maka masyarakat akan mengelilingi sasa’du sambil memukul alat musik tradisional. Setelah bendera tuala berhasil diturunkan maka masyarakat akan berdiri dekat bendera adat dan menyaksikan penurunan bendera adat ini. Setelah bendera adat diturunkan maka secara otomatis acara O’orom Sasa’du resmi ditutup dan masyarakat dapat kembali keaktivitas mereka masing-masing. Tradisi makan bersama di rumah adat merupakan tradisi penting bagi masyarakat suku Sahu, karena tradisi ini bukan hanya sekedar duduk makan dan minum bersama, tetapi nilai-nilai positif yang terkandung dalam tradisi ini sehinga membuat masyarakat suku Sahu harus patuh pada aturan-aturan adat dan sanksi-sanksi yang berlaku dalam kehidupan keseharian. Dalam pelaksanaan upacara adat o’orom sasa’du, merupakan suatu perayaan ungkapan syukur atas keberhasilan yang diraih acara pengucapan syukur kepada sang pencipta bukan pada penyembahan-penyembahan berhala yang sangat bertentangan dengan ajaran agama. Melestarikan budaya Orom toma sasadu berarti kita sudah melestarikan beberapa tradisi lainnya seperti tarian legu salai, alat-alat musik tradisional, pakain adat, makanan khas, rumah adat dan lain-lain.[9]

Unsur-Unsur Budaya Yang Dapat Menjembatani Pekabaran Injil
Menurut tradisi yang diadakan setiap tahun ini dan kisah-kisah yang diceritakan oleh orang tua kepada anak cucunya turun temurun bahwa dalam tradisi kepercayaan kuno sejak dahulu masyarakat suku Sahu percaya bahwa ada kekuatan supranatural diluar kemampuan manusia yang mengatur alam, mengatur musim, mengatur panen atau hidup mereka. Hal ini yang membuat masyarakat mengalami rasa takut yang besar ketika sudah waktu musim untuk menanam, karena itu masyarakat selalu mengadakan syukuran O’orom Sasa’du sebagai ungkapan terima kasih kepada sosok supranatural yang memberkati panen mereka. Berhubungan dengan kekuatan supranatural ini maka ketua suku memiliki peranan penting ketika memutuskan kapan waktu yang baik untuk kembali menanam. Dalam melaksanakan tradisi ini maka penyembahan kepada berhala sangat kental dan ini menjadi peluang tersendiri bagi gereja untuk menyampaikan kabar keselamatan kepada orang suku Sahu.
Kepercayaan kepada sosok supranatural ini menjadi ketakutan yang tidak jelas karena mereka tidak mengetahui siapa yang mereka sembah. Ketakutan kepada sosok supranatural ini menjadi ketakutan yang tidak jelas karena membuat masyarakat suku Sahu mengadakan perayaan khusus untuk mengucap syukur dan mempersembahkan sebagian hasil panen mereka. Masyarakat percaya bahwa makanan yang mereka bawa kepada ditradisi O’orom Sasa’du adalah bagian dari persembahan yang diberikan kepada sosok supranatural, masyarakat percaya bahwa sosok supranatural itu menikmati syukuran mereka di sasa’du melalui orang-orang yang datang dan menikmati hasil panen mereka.  Masyarakat percaya bahwa ketika mereka patuh pada aturan adat maka maka hidup mereka akan mengalami ketentraman dan keamanan karena mereka semakin diberkati oleh roh supranatural itu sendiri.[10] Hal ini membuat masyarakat terus mengadakan tradisi o’orom sasa’du ini setiap tahun agar mereka terus dipelihara oleh sosok supranatural tersebut. Ketakutan ini membawa mereka terjerumus kepada penyembahan berhala yang sangat kuat.




Bagaimana Injil Dapat Dikomunikasi Dengan Masyarakat Setempat
Dengan melihat tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku Sahu dan latar belakang mengapa mereka melakukan hal tersebut maka injil dengan mudah akan dapat dikomunikasikan kepada masyarakat suhu Sahu. Salah satu cara injil dikomunikasikan dengan masyarakat setempat adalah dengan menjelaskan sosok supranatural yang mengelola alam, mengelola musim, hasil usaha dan hidup manusia adalah Yesus Kristus. Dengan demikian, masyarakat tidak perlu mengalami ketakutan dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari sebagai petani. Untuk itu ketika masyarakat memasuki musim panen mereka tetap bisa melaksanakan tradisi O’orom sasa’du tersebut namu pelaksanaan upacara adat makan bersama di rumah adat harus meninggalkan segala macam unsur-unsur mistik yang digunakan oleh para leluhur terdahulu karena bertentangan dengan ajaran iman kristen, namun tata cara pelaksanaan yang mengandung nilai-nilai positif sepanjang tidak bertentagan dengan ajaran Alkitab. Dan upacara adat ini hanya merupakan suatu upacara adat yang sifatnya mengucap syukur atas keberhasilan yang telah di capai oleh masyarakat. Di dalam upacara adat ini masyarakat di didik untuk menerapkan prinsip-prinsip hidup yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat suku Sahu.[11]
 Zaman dahulu, upaya para pekabar injil untuk membawa masyarakat yang masih kafir menuju ke masyarakat yang beragama bukanlah semudah membalik telapak tangan. Upaya ini berhasil sehingga daerah ini di berkati Tuhan dengan berkat yang sangat melimpah. Apabilah lembaga adat ingin mengangkat kembali nilai-nilai budaya yang sudah ditinggalkan oleh masyarakat suku Sahu, maka unsur-unsur yang mengandung mistik dan penyembahan berhala harus ditingalkan dan tidak boleh digunakan pada zaman sekarang ini karena bisa mengakibatkan kutukan dari Tuhan.


DAFTAR PUSTAKA

Internet

Wawancara
Baba Kala, (wawancara via telepon 3 Mei 2015)
Bonifasius, wawancara via telepon, 6 Mei 2015
Hanselmus Autjah, (Wawancara via telpon 9 Mei 2015)
Kleopas Autjah, Wawancara via telepon 8 Mei 2015
Naomy Ay, (wawancara via telpon 30 April 2015)

JURNAL
Christeward Alus, Jurnal Acta Diurna Volume III, Peran Lembaga Adat Dalam Pelestarian Kearifan Lokal Suku Sahu Di Desa Balisoan Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat, (Purwokerto: Unsrat, 2014)



[2] Baba Kala, (wawancara Via telepon 3 Mei 2015)
[4] Christeward Alus, Jurnal Acta Diurna Volume III, Peran Lembaga Adat Dalam Pelestarian Kearifan Lokal Suku Sahu Di Desa Balisoan Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat, (Manado: UNSRAT, 2014),9
[5] Naomy Ay, (wawancara Via telpon 30 April 2015)
[6] Cakaiba adalah topeng dari kulit buah kelapa maupun kulit batang sagu dan berpakaian rewot sehingga tidak mudah untuk dikenali. Biasanya orang yang menggunakan Topeng Cakaiba ini adalah orang-orang yang tidak memiliki pakaian adat, mereka merasa malu untuk hadir dalam syukuran O’orom Sasa’du sehingga mereka menggunakan topeng agar tidak dikenali oleh orang-orang yang hadir dalam acara syukuran O’orom Sasa’du. Tarian Legu dilakukan oleh kaum pria sedangkan Salai oleh kaum Wanita.
[7] Bonifasius, wawancara via telepon, 6 Mei 2015
[8] Tua-tua desa adalah orang-orang khusus yang memiliki jimat-jimat atau biasa disebut pakatan
[9]Christeward Alus, Jurnal Acta Diurna Volume III, Peran Lembaga Adat Dalam Pelestarian Kearifan Lokal Suku Sahu Di Desa Balisoan Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat, (Purwokerto: Unsrat, 2014),12

[10] Kleopas Autjah, Wawancara via telepon 8 Mei 2015
[11] Hanselmus Autjah, (Wawancara via telpon 9 Mei 2015)

Kamis, 23 April 2015

Ringkasan Seminar Sola Scriptura



Ringkasan Seminar Sola Scriptura
Nama              : Yonas Boky
Mata kuliah   : Teologi PB
Tugas              : Ringkasan Seminar Sola Scriptura

Dapat diandalkannya Injil-Injil
1/3 dari Injil Markus menceritakan tentang mujizat. Banyak orang skeptis yang tidak percaya terhadap mujizat dan mereka mengatakan tidak ada saksi mata yang benar tentang mengalami mujizat. Beberapa bantahan tentang mujizat salah satu keberatan yang sering dilontarkan didunia barat adalah bahwa mujizat tidak mungkin terjadi. Mujizat dari Tuhan Yesus kalau seseorang yang memperlakukan Injil dengan benar maka mereka akan mengenal Tentang Yesus Kristus.
Jenis Sastra dari Injil
Misalnya  Puisi dibedakan dengan Novel. Satu volum tunggal tentang satu tokoh, Injil-Injil itu adalah biografi namun ada sedikit perbedaan antara biografi kuno dan modern. Matius dan Markus terdapat ada perbedaan kronologis dan biografi kuno tidak terlalu penting mengenai saat-saat awal dari kehidupan. Dalam Injil Markus dimulai saat Yesus sudah dewasa tetapi Yohanes dimulai dari pelayanan Yesus setelah Yesus dewasa dan sebelum dimulai dari penciptaan. Injil-Injil adalah biografi kuno yang secara alamiah dari biografi kuno yang adalah berisi sejarah, tujuannya, moral dan teologi
Standar penulisan
-          Sejarawan bekerja dengan fakta-fakta, jika mereka menulis dengan bias maka akan mendapatkan kritikan. Matius dan Markus menganggap Markus dapat diandalkan ataupun sebaliknya. Lukas memberitahukan sumber-sumber yang didapat (Luk 1:4). Dalam ayat 2 berbicara mengenai sumber-sumber lisan yang merujuk kepada para saksi mata. Sedangkan ayat 3 mengkorfimasi tentang penelitian-penelitian tentang penulisan. Ketika penulis menuliskan Injil masih ada saksi mata yang hidup dan menyalurkan informasi dengan cara menghafal. Penulis tidak selalu menggunakan pengkalimatan yang sama satu sama lain. Yesus mengajarkan murid-muridnya secara langsung dan mereka langsung menerbitkan ajaran yang sudah diajarkan kepada mereka. Injil-Injil ini ditulis dalam bahasa Aram dan dalam penulisan sejarah kuno selalu menyebutkan pengarangnya, mereka menyatakan bahwa sudah mengetahui semuanya. Apa yang kita baca dalam Injil itu yang Yesus katakan pada masa hidupnya. Jika kita membandingkan cerita tentang Yesus maka kita akan menemukan kesamaan dalam Injil-Injil. Pertanyaan besar akan muncul ketika kita membaca kitab Matius. Mengapa Matius menggunakan sumber dari Markus sedangkan Matius sendiri adalah saksi mata? Hal ini dapat terjadi karena Matius masih mengumpulkan sumber-sumber yang akan ditulis sedangkan Markus sudah merangkumkannya.

Mujizat dari Tuhan Yesus adalah suatu gambaran yang luas
Ada orang-orang yang tidak disembuhkan tetapi mujizat tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan masalah. Itu artinya Yesus peduli terhadap orang sakit, lapar, dari bahaya badai laut. Tetapi Yesus tidak selalu melakukan mujizat ini. Kita juga harus peduli terhadap orang lain walaupun kita tidak bisa melakukan mujizat seperti yang Yesus lakukan. Yesus melakukan mujizat bukan hanya untuk satu orang tetapi untuk semua orang. Mujizat itu akan terjadi saat kita memasuki tempat yang baru. Tanda mujizat adalah suatu tanda yang dramatis. Mujizat Allah sudah bekerja diantara kita maka kita juga bisa mengharapkan mujizat. Ketika Yesus berada dipadang gurun Ia menunjukkan tanda-tanda kerajaan Allah dan kerajaan-Nya akan digenapi dimasa yang akan datang. Mujizat yang dilakukan oleh Allah melampaui dari apa yang kita harapkan. Salah satu hal yang coba dilakukan oleh anak-anak Skewa (Kis 19:13-20) mereka coba mengusir roh jahat tetapi justru mereka yang dikejar-kejar oleh roh jahat. Hal ini membuktikan bahwa berbeda dengan yang Yesus lakukan karena Yesus memiliki otoritas diatas bumi dan dibawah bumi.
      Dalam kitab I Timotius mengajarkan kepada kita untuk tidak berdebat tentang Mujizat karena setiap kehidupan kita adalah mujizat. Napas kita adalah pemberian dari Allah dan itu adalah sebuah mujizat yang kita alami. Namun jika kita meragukan mujizat benar-benar terjadi maka kita dapat tetap bergantung kepada saksi mata dan fakta yang terjadi. Gereja-gereja yang mengklaim tentang mujizat adalah kelompok Pentakosta dan Karismatik. Dalam 10 negera ada sekitar 2 juta orang telah menyaksikan dan mengklaim telah melihat mujizat dan diluar kelompok Pentakosta 36%, Amerika 34% yang mengklaim telah melihat mujizat. Orang-orang diluar Kristen juga percaya bahwa mujizat dapat terjadi. Di China saat terjadi kebangunan rohani, banyak orang bertobat dan mengalami mujizat. Ada seorang yang skeptis beragama Hindu, mati sebelah tangannya dan mengalami kesembuhan saat didoakan sehingga membuat orang-orang disekitarnya menjadi percaya. Banyak ahli atau dukun dapat juga membuat mujizat tetapi dalam skala kecil dan kita bisa melihat hasilnya tidak bertahan lama.
Kesaksian Dengan Bukti Medis
      Allah ingin kita melihat bukan kita yang melakukan mujizat tetapi Allah yang melakukan, 9% orang tuli didoakan dan mereka disembuhakan, ada banyak saksi yang melihat serta ada tim medis yang datang memeriksa sebelum dan sesudah disembuhkan. Ada seseorang yang ususnya tingga1/4 selain itu hancur. Teman-temannya datang dan mendoakannya dan ia merasa seperti mengalami sengatan listrik dan menjadi lebih baik padahal dokter mengatakan dia akan mati secara perlahan-lahan. Ada seorang mengalami kelumpuhan karena mengalami sengatan listrik, ada seseorang yang mendoakannya dia akhirnya bisa berjalan. Disebuah tempat ret-reat mereka melakukan seorang anak di pinggir kolam, mereka membawa anak ini kepada dokter. Tetapi dokter mengatakan anak ini sudah mati, ada dokter yang berusaha melakukan dengan sekuat tenaga agar untuk menghidupkan tenaga untuk menghidupkan anak ini tapi tidak berhasil tetapi ketika didoakan anak ini hidup kembali. Pada prinsipnya kita tidak bisa mengklaim setiap orang yang didoakan secara ajaib mengalami kesembuhan dan kebanyakan yang terjadi itu diperintisan Injil baru. Mujizat yang terjadi dalam hidup kita, harus kita bagikan kepada orang lain agar mereka menjadi percaya kepada Yesus Kristus. Ketika kita mendengarkan kesaksian tentang mujizat itu mendorong kita untuk terus percaya kepada Yesus Kristus. Yohanes mengatakan banyak orang menyaksikan mujizat lalu percaya mereka, awalnya mereka tidak bertekun dalam iman dan memiliki iman yang dasar, kemudian mereka hanya melihat tanda karena mereka melalui tanda-tanda itu dan membuat mereka percaya dan bertumbuh. Banyak pertobatan terjadi karena mujizat. Orang-orang yang benar-benar mencari Tuhan akan disembuhkan meskipun ada orang yang memalsukannya.
      Kita harus tetap bersyukur dan kita tetap membutukan pengajaran. Kita harus memiliki iman tapi jangan iman kebodohan. Karena jika orang mempunyai karunia kesembuhan maka orang yang disembuhkan akan sembuh dan sebaliknya jika tidak sembuh maka harus pergi kedokter. Kita harus memiliki karunia penyembuhan tetapi karunia mengajar dapat menolong kita mengerti menggunakan karunia yang lain. Tidak semua kesembuhan terjadi melalui proses yang sama. Jika ada orang yang mempunyai karunia penyembuhan dan disaat mendoakan orang lain dan tidak sembuh maka jangan berhenti berdoa karena itu adalah sebuah ujian iman. Ada orang yang tidak sungguh-sungguh melayani Tuhan hanya supaya terkenal tetapi Tuhan tetap masih menyembuhkan orang yang didoakan. Karena yang menyembuhkan adalah Tuhan bukan orangnya.
Teologi Mujizat
      Dalam Matius 11:4 yesus mengutipnya dari kitab Yesaya 35:5-6 tentang kebangkitan umat Tuhan dan bumi yang baru. Mujizat dan tanda dari kerjaaan, untuk mengingatkan kita akan janji-Nya. Dia tidak menyelesaikan masalah tetapi Dia peduli dengan masalah kita. Kita harus bersyukur karena pengorbanan Yesus. Injil mengaitkan mujizat bergantung kepada Allah. Dalam kitab Yohanes injil itu datang setelah tanda-tanda utu datang. Injil mencapai puncaknya pada salib. Salib mengingatkan kita bahwa kita tidak melihat mujizat tetapi Allah tetap berkarya. Isu tentang iman adalah bahwa Allah dapat dipercaya dan diandalkan.