Jumat, 14 Agustus 2015
Rabu, 20 Mei 2015
Tradisi O'orom Sasa'du (Makan-Makan Sabuah)
Tradisi O’orom Sasa’du
(Makan-makan Sabuah)
Latar Belakang Budaya
Suku
Sahu adalah salah satu suku yang terletak di Indonesia Timur, Propinsi Maluku
Utara, Kabupaten Halmahera Barat kecamatan Sahu. suku Sahu awalnya bernama Jio
Japung Malamo yang kemudian berganti nama menjadi Suku Sahu, nama ini diberikan
oleh Sultan Ternate. Pergantian nama ini bermula ketika sangaji (orang yang
memerintah suku ini) dipanggil menghadap Sultan Ternate. Saat Sangaji datang
bertemu Sultan Ternate sedang melakukan makan sahur sehingga sultan berkata
dalam bahasa Ternate “Hara kane si jou
sahur, jadi kane suku ngana si golo jiko Sahu” yang artinya kau sangaji
datang pada waktu sultan sedang makan sahur, maka kemudian hari ini engkau
mendirikan daerahmu dan namailah daerah itu Sahu. Suku ini terbagi menjadi dua
bagian yaitu suku Sahu Tala’i dan suku Sahu Padis’ua dan suku Sahu. secara
budaya kedua suku ini memiliki budaya yang sama dan sangat sulit untuk kita
menemukan perbedaannya, namun ketika kita mendengar dialek kedua suku ini dalam
menggunakan bahasa daerah maka kita akan mengetahui perbedaan suku ini. Suku
Sahu Tala’i dengan dialek yang lebih kasar sedangkan suku Sahu padis’ua dengan
dialek yang lebih halus.[1]
Suku
Sahu memiliki rumah adat yang disebut Sasa’du yang artinya rumah besar, atau
dalam dialek sehari-hari dalam suku Sahu disebut Sabuah. Sasa’du dalam tradisi
masyarakat suku Sahu digunakan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan suku Sahu
seperti rapat tokoh-tokoh adat, acara adat, rapat masyarakat maupun tempat
berkumpulnya masyarakat untuk saling bersosialisasi diwaktu luang.[2] Suku
Sahu memiliki satu tradisi unik dalam budaya mereka yaitu tradisi O’orom
Sasa’du atau orang suku Sahu biasa menyebutnya sebagai makan-makan sabuah.
Suatu tradisi yang diturunkan turun-temurun oleh para leluhur untuk mensyukuri
hasil panen yang mereka alami dalam satu tahun itu. Tradisi ini biasanya
diadakan sehabis musim panen dan masyarakat bersama-sama membawa masakan yang
diolah dari hasil panen dan dibawah kedalam sasa’du dan Salah satu tradisi atau
acara adat yang sering digunakan adalah O’orom Sasa’du. Kata “O’orom” berarti
Makan sedangkan “Sasa’du” berarti Sabuah atau rumah. Jadi secara harafiah dapat
diartikan sebagai Makan-makan sabuah.[3]
Disamping hanya sekedar untuk melaksanakan ritual adat hal ini juga berpengaruh
positif bagi perkembangan karakter untuk saling berbagi didalam masyarakat suku
Sahu itu sendiri.[4]
Disamping itu pula tradisi O’orom Sasa’du ini dilaksanakan sebagai ungkapan
syukur atas kemenangan dalam peperangan antar suku maupun dalam mengusir
penjajah diwaktu itu.
Dalam melaksanakan tradisi O’orom
Sasa’du ini, dimulai dengan upacara menaikkan Tuala (bendera kebanggaan suku
Sahu) ke atas atap Sasa’du dan bendera adat. selama bendera itu dinaikkan maka
masyarakat akan berkeliling Sasa’du selama lima kali. Hal ini dilakukan saat
menjelang pagi sekitar jam 4 pagi dan sambil menanti matahari terbit maka
masyarakat akan mengkumandangkan nyanyian syukur yang biasa disebut dalam
bahasa Sahu sebagai I’o dan doa kepada roh-roh nenek moyang mereka yang
diiringi dengan bunyi tifa dan gong sebagai alat musik.[5]
Dalam Tradisi O’orom Sasa’du ini akan dilaksanakan selama 5 hari, yang terbagi
menjadi 2 bagian yaitu, 3 hari pertama digunakan sebagai upacara syukuran panen
atau perang dan 2 hari kedua digunakan sebagai pesta Cakaiba, melawak, serta
mengadakan tarian Legu-Salai dan Cakalele.[6]
Dalam memulai tradisi ini setiap keluarga harus menyiapkan makanan khas suku
Sahu yaitu nasi cala (nasi kembar) yang biasa dibakar dalam bambu dan dibawa ke
Sasa’du untuk disantap bersama karena hal ini membuktikan bahwa panen mereka
berhasil dan harus dibagi bersama masyarakat dalam suku Sahu. Ada hal unik yang
terjadi dalam tradisi O’orom Sasa’du yaitu orang akan makan namun tidak
kenyang, minum tuak/saguer maupun captikus namun tidak mabuk serta tidak merasa
lelah atau mengantuk walaupun tidak tidur selama acara berlangsung. Hal inilah
yang membuat masyarakat semakin percaya jikalau roh-roh nenek moyang atau sosok
supranatural yang merasuki setiap orang yang hadir sehingga mereka tidak
mengalami hal tersebut.[7]
Didua hari terakhir kita dalam
tradisi O’orom Sasa’du ada pemisahan antara masyarakat biasa dan para tokoh
adat serta tua-tua desa.[8]
Para tokoh adat ini disiapkan tempat khusus diluar Sasa’du agar mereka bisa
mendiskusikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan menjalankan pemerintahan desa
maupun kapan waktu yang baik untuk mulai bercocok tanam dan adanya penyampaian
kembali tentang hukum adat yang berlaku ketika ada yang melanggar hukum adat
suku sahu itu sendiri. Di tempat ini juga terdapat pembagian kelompok menjadi
dua. Kelompok pertama yaitu mereka yang ditugaskan untuk menjaga pekatan penawa
sedangkan orang-orang khusus yang membawa alat perang termasuk jimat-jimat
kepada panglima untuk berperang Dipuncak acara O’orom Sasa’du maka masyarakat
akan mendengarkan penyampaian dari ketua adat dan setelah itu masyarakat akan
keluar dari sasa’du dan akan menyaksikan tarian Legu dan salai selama 2 jam diakhir
tarian legu dan salai maka akan dilaksanakan upacara penutupan yaitu penurunan
bendera tuala dan bendera adat. Sementara bendera tuala yang ada diatas
bubungan sasa’du akan diturunkan maka masyarakat akan mengelilingi sasa’du
sambil memukul alat musik tradisional. Setelah bendera tuala berhasil
diturunkan maka masyarakat akan berdiri dekat bendera adat dan menyaksikan
penurunan bendera adat ini. Setelah bendera adat diturunkan maka secara
otomatis acara O’orom Sasa’du resmi ditutup dan masyarakat dapat kembali
keaktivitas mereka masing-masing. Tradisi makan bersama di rumah adat merupakan
tradisi penting bagi masyarakat suku Sahu, karena tradisi ini bukan hanya
sekedar duduk makan dan minum bersama, tetapi nilai-nilai positif yang
terkandung dalam tradisi ini sehinga membuat masyarakat suku Sahu harus patuh
pada aturan-aturan adat dan sanksi-sanksi yang berlaku dalam kehidupan
keseharian. Dalam pelaksanaan upacara adat o’orom sasa’du, merupakan suatu
perayaan ungkapan syukur atas keberhasilan yang diraih acara pengucapan syukur
kepada sang pencipta bukan pada penyembahan-penyembahan berhala yang sangat
bertentangan dengan ajaran agama. Melestarikan budaya Orom toma sasadu berarti
kita sudah melestarikan beberapa tradisi lainnya seperti tarian legu salai,
alat-alat musik tradisional, pakain adat, makanan khas, rumah adat dan
lain-lain.[9]
Unsur-Unsur
Budaya Yang Dapat Menjembatani Pekabaran Injil
Menurut
tradisi yang diadakan setiap tahun ini dan kisah-kisah yang diceritakan oleh
orang tua kepada anak cucunya turun temurun bahwa dalam tradisi kepercayaan
kuno sejak dahulu masyarakat suku Sahu percaya bahwa ada kekuatan supranatural
diluar kemampuan manusia yang mengatur alam, mengatur musim, mengatur panen
atau hidup mereka. Hal ini yang membuat masyarakat mengalami rasa takut yang
besar ketika sudah waktu musim untuk menanam, karena itu masyarakat selalu
mengadakan syukuran O’orom Sasa’du sebagai ungkapan terima kasih kepada sosok
supranatural yang memberkati panen mereka. Berhubungan dengan kekuatan
supranatural ini maka ketua suku memiliki peranan penting ketika memutuskan
kapan waktu yang baik untuk kembali menanam. Dalam melaksanakan tradisi ini
maka penyembahan kepada berhala sangat kental dan ini menjadi peluang
tersendiri bagi gereja untuk menyampaikan kabar keselamatan kepada orang suku
Sahu.
Kepercayaan
kepada sosok supranatural ini menjadi ketakutan yang tidak jelas karena mereka
tidak mengetahui siapa yang mereka sembah. Ketakutan kepada sosok supranatural
ini menjadi ketakutan yang tidak jelas karena membuat masyarakat suku Sahu
mengadakan perayaan khusus untuk mengucap syukur dan mempersembahkan sebagian
hasil panen mereka. Masyarakat percaya bahwa makanan yang mereka bawa kepada
ditradisi O’orom Sasa’du adalah bagian dari persembahan yang diberikan kepada
sosok supranatural, masyarakat percaya bahwa sosok supranatural itu menikmati
syukuran mereka di sasa’du melalui orang-orang yang datang dan menikmati hasil
panen mereka. Masyarakat percaya bahwa
ketika mereka patuh pada aturan adat maka maka hidup mereka akan mengalami
ketentraman dan keamanan karena mereka semakin diberkati oleh roh supranatural
itu sendiri.[10]
Hal ini membuat masyarakat terus mengadakan tradisi o’orom sasa’du ini setiap
tahun agar mereka terus dipelihara oleh sosok supranatural tersebut. Ketakutan
ini membawa mereka terjerumus kepada penyembahan berhala yang sangat kuat.
Bagaimana Injil Dapat Dikomunikasi
Dengan Masyarakat Setempat
Dengan melihat tradisi yang
dilakukan oleh masyarakat suku Sahu dan latar belakang mengapa mereka melakukan
hal tersebut maka injil dengan mudah akan dapat dikomunikasikan kepada
masyarakat suhu Sahu. Salah satu cara injil dikomunikasikan dengan masyarakat
setempat adalah dengan menjelaskan sosok supranatural yang mengelola alam,
mengelola musim, hasil usaha dan hidup manusia adalah Yesus Kristus. Dengan
demikian, masyarakat tidak perlu mengalami ketakutan dalam melaksanakan
aktivitasnya sehari-hari sebagai petani. Untuk itu ketika masyarakat memasuki
musim panen mereka tetap bisa melaksanakan tradisi O’orom sasa’du tersebut namu
pelaksanaan upacara adat makan bersama di rumah adat harus meninggalkan segala
macam unsur-unsur mistik yang digunakan oleh para leluhur terdahulu karena
bertentangan dengan ajaran iman kristen, namun tata cara pelaksanaan yang
mengandung nilai-nilai positif sepanjang tidak bertentagan dengan ajaran
Alkitab. Dan upacara
adat ini hanya merupakan suatu upacara adat yang sifatnya mengucap syukur atas
keberhasilan yang telah di capai oleh masyarakat. Di dalam upacara adat ini
masyarakat di didik untuk menerapkan prinsip-prinsip hidup yang sesuai dengan
nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat suku Sahu.[11]
Zaman dahulu, upaya para pekabar injil untuk
membawa masyarakat yang masih kafir menuju ke masyarakat yang beragama bukanlah
semudah membalik telapak tangan. Upaya ini berhasil sehingga daerah ini di
berkati Tuhan dengan berkat yang sangat melimpah. Apabilah lembaga adat ingin
mengangkat kembali nilai-nilai budaya yang sudah ditinggalkan oleh masyarakat suku
Sahu, maka unsur-unsur yang mengandung mistik dan penyembahan berhala harus
ditingalkan dan tidak boleh digunakan pada zaman sekarang ini karena bisa mengakibatkan
kutukan dari Tuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Internet
Wawancara
Baba
Kala, (wawancara via telepon 3 Mei 2015)
Bonifasius,
wawancara via telepon, 6 Mei 2015
Hanselmus Autjah,
(Wawancara via telpon 9 Mei 2015)
Kleopas Autjah,
Wawancara via telepon 8 Mei 2015
Naomy
Ay, (wawancara via telpon 30 April 2015)
JURNAL
Christeward
Alus, Jurnal Acta Diurna Volume III, Peran
Lembaga Adat Dalam Pelestarian Kearifan Lokal Suku Sahu Di Desa Balisoan
Kecamatan Sahu Kabupaten Halmahera Barat, (Purwokerto: Unsrat, 2014)
[2] Baba Kala, (wawancara Via
telepon 3 Mei 2015)
[4] Christeward Alus, Jurnal Acta
Diurna Volume III, Peran Lembaga Adat Dalam
Pelestarian Kearifan Lokal Suku Sahu Di Desa Balisoan Kecamatan Sahu Kabupaten
Halmahera Barat, (Manado: UNSRAT, 2014),9
[5] Naomy Ay, (wawancara Via telpon
30 April 2015)
[6] Cakaiba adalah topeng dari kulit
buah kelapa maupun kulit batang sagu dan berpakaian rewot sehingga tidak mudah
untuk dikenali. Biasanya orang yang menggunakan Topeng Cakaiba ini adalah
orang-orang yang tidak memiliki pakaian adat, mereka merasa malu untuk hadir
dalam syukuran O’orom Sasa’du sehingga mereka menggunakan topeng agar tidak
dikenali oleh orang-orang yang hadir dalam acara syukuran O’orom Sasa’du.
Tarian Legu dilakukan oleh kaum pria sedangkan Salai oleh kaum Wanita.
[7] Bonifasius, wawancara via
telepon, 6 Mei 2015
[8] Tua-tua desa adalah orang-orang
khusus yang memiliki jimat-jimat atau biasa disebut pakatan
[9]Christeward Alus, Jurnal Acta
Diurna Volume III, Peran Lembaga Adat
Dalam Pelestarian Kearifan Lokal Suku Sahu Di Desa Balisoan Kecamatan Sahu
Kabupaten Halmahera Barat, (Purwokerto: Unsrat, 2014),12
[10] Kleopas Autjah, Wawancara via
telepon 8 Mei 2015
[11] Hanselmus Autjah, (Wawancara via
telpon 9 Mei 2015)
Kamis, 23 April 2015
Ringkasan Seminar Sola Scriptura
Ringkasan Seminar Sola Scriptura
Nama
: Yonas Boky
Mata
kuliah : Teologi PB
Tugas : Ringkasan Seminar Sola Scriptura
Dapat diandalkannya Injil-Injil
1/3 dari Injil
Markus menceritakan tentang mujizat. Banyak orang skeptis yang tidak percaya
terhadap mujizat dan mereka mengatakan tidak ada saksi mata yang benar tentang
mengalami mujizat. Beberapa bantahan tentang mujizat salah satu keberatan yang
sering dilontarkan didunia barat adalah bahwa mujizat tidak mungkin terjadi. Mujizat
dari Tuhan Yesus kalau seseorang yang memperlakukan Injil dengan benar maka
mereka akan mengenal Tentang Yesus Kristus.
Jenis
Sastra dari Injil
Misalnya
Puisi dibedakan dengan Novel. Satu volum
tunggal tentang satu tokoh, Injil-Injil itu adalah biografi namun ada sedikit
perbedaan antara biografi kuno dan modern. Matius dan Markus terdapat ada
perbedaan kronologis dan biografi kuno tidak terlalu penting mengenai saat-saat
awal dari kehidupan. Dalam Injil Markus dimulai saat Yesus sudah dewasa tetapi Yohanes
dimulai dari pelayanan Yesus setelah Yesus dewasa dan sebelum dimulai dari
penciptaan. Injil-Injil adalah biografi kuno yang secara alamiah dari biografi
kuno yang adalah berisi sejarah, tujuannya, moral dan teologi
Standar
penulisan
-
Sejarawan bekerja dengan fakta-fakta,
jika mereka menulis dengan bias maka akan mendapatkan kritikan. Matius dan
Markus menganggap Markus dapat diandalkan ataupun sebaliknya. Lukas
memberitahukan sumber-sumber yang didapat (Luk 1:4). Dalam ayat 2 berbicara
mengenai sumber-sumber lisan yang merujuk kepada para saksi mata. Sedangkan ayat
3 mengkorfimasi tentang penelitian-penelitian tentang penulisan. Ketika penulis
menuliskan Injil masih ada saksi mata yang hidup dan menyalurkan informasi
dengan cara menghafal. Penulis tidak selalu menggunakan pengkalimatan yang sama
satu sama lain. Yesus mengajarkan murid-muridnya secara langsung dan mereka
langsung menerbitkan ajaran yang sudah diajarkan kepada mereka. Injil-Injil ini
ditulis dalam bahasa Aram dan dalam penulisan sejarah kuno selalu menyebutkan
pengarangnya, mereka menyatakan bahwa sudah mengetahui semuanya. Apa yang kita
baca dalam Injil itu yang Yesus katakan pada masa hidupnya. Jika kita
membandingkan cerita tentang Yesus maka kita akan menemukan kesamaan dalam Injil-Injil.
Pertanyaan besar akan muncul ketika kita membaca kitab Matius. Mengapa Matius
menggunakan sumber dari Markus sedangkan Matius sendiri adalah saksi mata? Hal
ini dapat terjadi karena Matius masih mengumpulkan sumber-sumber yang akan
ditulis sedangkan Markus sudah merangkumkannya.
Mujizat
dari Tuhan Yesus adalah suatu gambaran yang luas
Ada
orang-orang yang tidak disembuhkan tetapi mujizat tidak dimaksudkan untuk
menyelesaikan masalah. Itu artinya Yesus peduli terhadap orang sakit, lapar,
dari bahaya badai laut. Tetapi Yesus tidak selalu melakukan mujizat ini. Kita
juga harus peduli terhadap orang lain walaupun kita tidak bisa melakukan
mujizat seperti yang Yesus lakukan. Yesus melakukan mujizat bukan hanya untuk
satu orang tetapi untuk semua orang. Mujizat itu akan terjadi saat kita
memasuki tempat yang baru. Tanda mujizat adalah suatu tanda yang dramatis.
Mujizat Allah sudah bekerja diantara kita maka kita juga bisa mengharapkan
mujizat. Ketika Yesus berada dipadang gurun Ia menunjukkan tanda-tanda kerajaan
Allah dan kerajaan-Nya akan digenapi dimasa yang akan datang. Mujizat yang
dilakukan oleh Allah melampaui dari apa yang kita harapkan. Salah satu hal yang
coba dilakukan oleh anak-anak Skewa (Kis 19:13-20) mereka coba mengusir roh
jahat tetapi justru mereka yang dikejar-kejar oleh roh jahat. Hal ini
membuktikan bahwa berbeda dengan yang Yesus lakukan karena Yesus memiliki
otoritas diatas bumi dan dibawah bumi.
Dalam kitab I Timotius mengajarkan kepada kita untuk tidak
berdebat tentang Mujizat karena setiap kehidupan kita adalah mujizat. Napas
kita adalah pemberian dari Allah dan itu adalah sebuah mujizat yang kita alami.
Namun jika kita meragukan mujizat benar-benar terjadi maka kita dapat tetap
bergantung kepada saksi mata dan fakta yang terjadi. Gereja-gereja yang
mengklaim tentang mujizat adalah kelompok Pentakosta dan Karismatik. Dalam 10
negera ada sekitar 2 juta orang telah menyaksikan dan mengklaim telah melihat
mujizat dan diluar kelompok Pentakosta 36%, Amerika 34% yang mengklaim telah
melihat mujizat. Orang-orang diluar Kristen juga percaya bahwa mujizat dapat
terjadi. Di China saat terjadi kebangunan rohani, banyak orang bertobat dan
mengalami mujizat. Ada seorang yang skeptis beragama Hindu, mati sebelah
tangannya dan mengalami kesembuhan saat didoakan sehingga membuat orang-orang
disekitarnya menjadi percaya. Banyak ahli atau dukun dapat juga membuat mujizat
tetapi dalam skala kecil dan kita bisa melihat hasilnya tidak bertahan lama.
Kesaksian
Dengan Bukti Medis
Allah ingin kita melihat bukan kita yang melakukan mujizat
tetapi Allah yang melakukan, 9% orang tuli didoakan dan mereka disembuhakan,
ada banyak saksi yang melihat serta ada tim medis yang datang memeriksa sebelum
dan sesudah disembuhkan. Ada seseorang yang ususnya tingga1/4 selain itu hancur.
Teman-temannya datang dan mendoakannya dan ia merasa seperti mengalami sengatan
listrik dan menjadi lebih baik padahal dokter mengatakan dia akan mati secara
perlahan-lahan. Ada seorang mengalami kelumpuhan karena mengalami sengatan
listrik, ada seseorang yang mendoakannya dia akhirnya bisa berjalan. Disebuah
tempat ret-reat mereka melakukan seorang anak di pinggir kolam, mereka membawa
anak ini kepada dokter. Tetapi dokter mengatakan anak ini sudah mati, ada
dokter yang berusaha melakukan dengan sekuat tenaga agar untuk menghidupkan
tenaga untuk menghidupkan anak ini tapi tidak berhasil tetapi ketika didoakan
anak ini hidup kembali. Pada prinsipnya kita tidak bisa mengklaim setiap orang
yang didoakan secara ajaib mengalami kesembuhan dan kebanyakan yang terjadi itu
diperintisan Injil baru. Mujizat yang terjadi dalam hidup kita, harus kita
bagikan kepada orang lain agar mereka menjadi percaya kepada Yesus Kristus.
Ketika kita mendengarkan kesaksian tentang mujizat itu mendorong kita untuk
terus percaya kepada Yesus Kristus. Yohanes mengatakan banyak orang menyaksikan
mujizat lalu percaya mereka, awalnya mereka tidak bertekun dalam iman dan
memiliki iman yang dasar, kemudian mereka hanya melihat tanda karena mereka
melalui tanda-tanda itu dan membuat mereka percaya dan bertumbuh. Banyak
pertobatan terjadi karena mujizat. Orang-orang yang benar-benar mencari Tuhan
akan disembuhkan meskipun ada orang yang memalsukannya.
Kita harus tetap bersyukur dan kita tetap membutukan
pengajaran. Kita harus memiliki iman tapi jangan iman kebodohan. Karena jika
orang mempunyai karunia kesembuhan maka orang yang disembuhkan akan sembuh dan
sebaliknya jika tidak sembuh maka harus pergi kedokter. Kita harus memiliki
karunia penyembuhan tetapi karunia mengajar dapat menolong kita mengerti
menggunakan karunia yang lain. Tidak semua kesembuhan terjadi melalui proses
yang sama. Jika ada orang yang mempunyai karunia penyembuhan dan disaat
mendoakan orang lain dan tidak sembuh maka jangan berhenti berdoa karena itu
adalah sebuah ujian iman. Ada orang yang tidak sungguh-sungguh melayani Tuhan
hanya supaya terkenal tetapi Tuhan tetap masih menyembuhkan orang yang
didoakan. Karena yang menyembuhkan adalah Tuhan bukan orangnya.
Teologi
Mujizat
Dalam
Matius 11:4 yesus mengutipnya dari kitab Yesaya 35:5-6 tentang kebangkitan umat
Tuhan dan bumi yang baru. Mujizat dan tanda dari kerjaaan, untuk mengingatkan
kita akan janji-Nya. Dia tidak menyelesaikan masalah tetapi Dia peduli dengan
masalah kita. Kita harus bersyukur karena pengorbanan Yesus. Injil mengaitkan
mujizat bergantung kepada Allah. Dalam kitab Yohanes injil itu datang setelah
tanda-tanda utu datang. Injil mencapai puncaknya pada salib. Salib mengingatkan
kita bahwa kita tidak melihat mujizat tetapi Allah tetap berkarya. Isu tentang
iman adalah bahwa Allah dapat dipercaya dan diandalkan.
Langganan:
Postingan (Atom)